Sebagai warga negara Indonesia, yang hidup dan berdomisili di Jakarta. Kita harus ikut prihatin bagaimana nanti masyarakat umum mau tinggal dengan layak?
Baru-baru ini warga Pinangsia melakukan demo kepada Ahok Gubernur DKI karena terkena penggusuran rumah mereka di tepi bantaran kali.
Karena penduduk tersebut telah menempati lahan luas di atas tanah negara.
Dengan alasan lokasi dekat dengan tempat usaha, bekerja atau jarak sekolah anak lebih dekat , warga pun melakukan protes kepada Ahok akan penggusuran ini.
Kita bisa melihat ke masa lalu, latar belakang ekonomi telah membuat masyarakat berbondong-bondong menuju ke kota sebagai tempat harapan mencari nafkah yang lebih baik.
Namun kedatangan mereka tidak dibarengi dengan kualitas hidup yang layak, bersih dan sehat.
Bahkan di kawasan kumuh dan sempit itu, angka kelahiran semakin tinggi.
Kita terkadang melihat bahwa dalam 1 rumah terdiri dari 1-3 Kepala Keluarga, udara yang lembab, bau, dan air bersih semakin langka, menyebabkan banyak anak-anak kecil mengalami pertumbuhan yang tidak baik.
Ahok, sebagai Gubernur DKI telah berkali-kali menyuruh warga yang menempati kawasan kumuh, agar pindah ke rusunami. Namun tidak semua warga senang tinggal di rusunami, banyak alasan kenapa mereka tidak betah hidup disana, salah satunya akses yang tidak strategis, ada pungutan liar dari staf perumahan, rasa takut dan belum terbiasa tinggal di rumah vertikal.
Angka kemiskinan berkorelasi dengan angka kelahiran, walaupun tidak mutlak. Karena pendidikan yang tidak merata di masyarakat Indonesia, menyebabkan kesadaran untuk memiliki anak kurang dari 3 tidak menjadi hal utama dalam harapan keluarga.
Bahkan banyak keluarga sudah lama tinggal satu rumah bersama dengan ruang yang semakin sempit dan padat, akibat masalah ekonomi keluarga semakin rumit, dan yang paling terkena efek nya adalah anak-anak yang sedang membutuhkan perhatian orang tua.
Baru-baru ini warga Pinangsia melakukan demo kepada Ahok Gubernur DKI karena terkena penggusuran rumah mereka di tepi bantaran kali.
Karena penduduk tersebut telah menempati lahan luas di atas tanah negara.
Dengan alasan lokasi dekat dengan tempat usaha, bekerja atau jarak sekolah anak lebih dekat , warga pun melakukan protes kepada Ahok akan penggusuran ini.
Kita bisa melihat ke masa lalu, latar belakang ekonomi telah membuat masyarakat berbondong-bondong menuju ke kota sebagai tempat harapan mencari nafkah yang lebih baik.
Namun kedatangan mereka tidak dibarengi dengan kualitas hidup yang layak, bersih dan sehat.
Bahkan di kawasan kumuh dan sempit itu, angka kelahiran semakin tinggi.
Kita terkadang melihat bahwa dalam 1 rumah terdiri dari 1-3 Kepala Keluarga, udara yang lembab, bau, dan air bersih semakin langka, menyebabkan banyak anak-anak kecil mengalami pertumbuhan yang tidak baik.
Ahok, sebagai Gubernur DKI telah berkali-kali menyuruh warga yang menempati kawasan kumuh, agar pindah ke rusunami. Namun tidak semua warga senang tinggal di rusunami, banyak alasan kenapa mereka tidak betah hidup disana, salah satunya akses yang tidak strategis, ada pungutan liar dari staf perumahan, rasa takut dan belum terbiasa tinggal di rumah vertikal.
Angka kemiskinan berkorelasi dengan angka kelahiran, walaupun tidak mutlak. Karena pendidikan yang tidak merata di masyarakat Indonesia, menyebabkan kesadaran untuk memiliki anak kurang dari 3 tidak menjadi hal utama dalam harapan keluarga.
Bahkan banyak keluarga sudah lama tinggal satu rumah bersama dengan ruang yang semakin sempit dan padat, akibat masalah ekonomi keluarga semakin rumit, dan yang paling terkena efek nya adalah anak-anak yang sedang membutuhkan perhatian orang tua.
Comments
Post a Comment